Untuk kesekian
kalinya, komentar klasik di lontarkan oleh pihak kepolisian atas tragedi
keagamaan di Sampang dan untuk beribu-ribu kalinya pula tragedi ini membuka mata
kita betapa lemahnya sistem intelijensi di kepolisian. Tidak ada tindakan pencegahan yang dilakukan
oleh pihak kepolisian sehingga akibatnya fatal, 2 orang tewas dan puluhan
lainnya luka-luka akibat tragedi sampang part II ini. Melihat dari sejarahnya, sebenarnya konflik
yang terjadi di Sampang adalah konflik lama, namun muncul kembali seiring
dengan adanya tradisi mudik atau “toron gunung” yang masih sangat kental dalam
masyarakat Indonesia. Ya, bukan rahasia umum lagi ketika menjelang hari raya Idul Fitri banyak masyarakat melaksanakan tradisi mudik ke kampung halaman. Hal
itulah yang juga dilakukan oleh sebagian besar masyarakat madura yang ada di
perantauan, menjalin silaturahmi dengan sanak keluarga yang ada di kampung
menjadi kebutuhan utama pada saat idul Fitri.
Kepolisian Resort Sampang dikutip dari Madura
Chanel, Sudah mendeteksi konflik ini. Namun pencegahan yang dilakukan
kurang sehingga biarpun sudah diketahui tetap saja hangus dan melayang tuch
nyawa. Sekali lagi polisi hanya menjadi penonton atas pembantaian nyawa
manusia, pembantaian yang sebenarnya bisa dicegah. Melihat dari komentar dari Kapolres Sampang,
konflik ini sebenernya bisa di minalisir dampaknya tidak harus mengorbankan 2
nyawa manusia. Namun sekali lagi, ini negara Indonesia bung. Negara dimana
tidak mengenal pencegahan, yang ada hanyalah penanganan setelah jkonflik
tersebut terjadi.
Konflik agama yang
terjadi di Sampang, secara langsung telah mengancam toleransi keagamaan di
Indonesia khususnya Madura. Madura yang dulu terkenal mempunyai persaudaraan
yang tinggi antar orang madura. Kini saling bacok dan saling mengklaim
kebenaran, kebenaran yang jauh dari rasa keadilan. Pemerintah mempunyai
tanggung jawab besar terhadap konflik yang terjadi di Sampang, namun alangkah
baiknya hal tersebut juga tidak dibebankan kepada pemerintah. Kyai atau ulama
juga harus ikut ambil bagian dalam penyelesaian konflik tidak hanya bisanya
mengeluarkan fatwa haram terhadap aliran syiah. Namun disertai dengan pembinaan
bagi penganutnya, sebab peganut aliran syiah juga warga negara Indonesia yang
mempunyai hak yang sama. Hak untuk kemerdekaan dalam beragama, .... !!!
"Alarm merah
kembali berbunyi, membuktikan bahwa pemerintah telah gagal menjamin kemerdekaan
rakyatnya. Kekerasan dimanapun dan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan, islam
tidak pernah mengajarkan umatnya untuk menggunakan kekerasan terhadap suatu
aliran apapun. Islam menjunjung toleransi beragama, islam adalah ajaran damai."
0 komentar:
Posting Komentar